SLIDE-1-TITLE-HERE

Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com[...]

SLIDE-2-TITLE-HERE

Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com[...]

SLIDE-3-TITLE-HERE

Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com[...]

If you are going [...]

SLIDE-4-TITLE-HERE

Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com[...]

SLIDE-5-TITLE-HERE

Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com[...]

Kamis, 24 Februari 2011

Asal Mula Alam Semesta

Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur'an pada ayat berikut:
"Dialah pencipta langit dan bumi." (Al Qur'an, 6:101)
Keterangan yang diberikan Al Qur'an ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big Bang", membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.
Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Al Qur'an 1.400 tahun lalu.
Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun 1992 berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan. 




Edwin Hubble dengan teleskop besarnya.
Dalam Al Qur'an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya." (Al Qur'an, 51:47)
Kata "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Qur'an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur'an dikatakan bahwa alam semesta "mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.


Sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup. 
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus "mengembang".
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus "mengembang". Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini diterangkan dalam Al Qur'an pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Al Qur'an adalah firman Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta. 


Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur'an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.
"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." (Al Qur'an, 21:33)
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:
"Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." (Al Qur'an, 36:38)
Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Qur'an ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.

Sebagaimana komet-komet lain di alam raya, komet Halley, sebagaimana terlihat di atas, juga bergerak mengikuti orbit atau garis edarnya yang telah ditetapkan. Komet ini memiliki garis edar khusus dan bergerak mengikuti garis edar ini secara harmonis bersama-sama dengan benda-benda langit lainnya.
Keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Qur'an sebagai berikut:
"Demi langit yang mempunyai jalan-jalan." (Al Qur'an, 51:7)
Terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun, masing-masing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.
Semua benda langit termasuk planet, satelit yang mengiringi planet, bintang, dan bahkan galaksi, memiliki orbit atau garis edar mereka masing-masing. Semua orbit ini telah ditetapkan berdasarkan perhitungan yang sangat teliti dengan cermat. Yang membangun dan memelihara tatanan sempurna ini adalah Allah, Pencipta seluruh sekalian alam.
Garis edar di alam semesta tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa. Galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.
Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Qur'an diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar" sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Qur'an yang diturunkan pada saat itu: karena Al Qur'an adalah firman Allah.




"Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam..." (Al Qur'an, 39:5)
Dalam Al Qur'an, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan tentang alam semesta sungguh sangat penting. Kata Arab yang diterjemahkan sebagai "menutupkan" dalam ayat di atas adalah "takwir". Dalam kamus bahasa Arab, misalnya, kata ini digunakan untuk menggambarkan pekerjaan membungkus atau menutup sesuatu di atas yang lain secara melingkar, sebagaimana surban dipakaikan pada kepala.
Keterangan yang disebut dalam ayat tersebut tentang siang dan malam yang saling menutup satu sama lain berisi keterangan yang tepat mengenai bentuk bumi. Pernyataan ini hanya benar jika bumi berbentuk bulat. Ini berarti bahwa dalam Al Qur'an, yang telah diturunkan di abad ke-7, telah diisyaratkan tentang bentuk planet bumi yang bulat.
Namun perlu diingat bahwa ilmu astronomi kala itu memahami bumi secara berbeda. Di masa itu, bumi diyakini berbentuk bidang datar, dan semua perhitungan serta penjelasan ilmiah didasarkan pada keyakinan ini. Sebaliknya, ayat-ayat Al Qur'an berisi informasi yang hanya mampu kita pahami dalam satu abad terakhir. Oleh karena Al Qur'an adalah firman Allah, maka tidak mengherankan jika kata-kata yang tepat digunakan dalam ayat-ayatnya ketika menjelaskan jagat raya. 



Gambar ini memperlihatkan sejumlah meteor yang hendak menumbuk bumi. Benda-benda langit yang berlalu lalang di ruang angkasa dapat menjadi ancaman serius bagi Bumi. Tapi Allah, Pencipta Maha Sempurna, telah menjadikan atmosfir sebagai atap yang melindungi bumi. Berkat pelindung istimewa ini, kebanyakan meteorid tidak mampu menghantam bumi karena terlanjur hancur berkeping-keping ketika masih berada di atmosfir.
Dalam Al Qur'an, Allah mengarahkan perhatian kita kepada sifat yang sangat menarik tentang langit:
"Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang ada padanya." (Al Qur'an, 21:32)
Sifat langit ini telah dibuktikan oleh penelitian ilmiah abad ke-20.
Atmosfir yang melingkupi bumi berperan sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan. Dengan menghancurkan sejumlah meteor, besar ataupun kecil ketika mereka mendekati bumi, atmosfir mencegah mereka jatuh ke bumi dan membahayakan makhluk hidup.
Atmosfir juga menyaring sinar-sinar dari ruang angkasa yang membahayakan kehidupan. Menariknya, atmosfir hanya membiarkan agar ditembus oleh sinar-sinar tak berbahaya dan berguna, - seperti cahaya tampak, sinar ultraviolet tepi, dan gelombang radio. Semua radiasi ini sangat diperlukan bagi kehidupan. Sinar ultraviolet tepi, yang hanya sebagiannya menembus atmosfir, sangat penting bagi fotosintesis tanaman dan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Sebagian besar sinar ultraviolet kuat yang dipancarkan matahari ditahan oleh lapisan ozon atmosfir dan hanya sebagian kecil dan penting saja dari spektrum ultraviolet yang mencapai bumi.

Kebanyakan manusia yang memandang ke arah langit tidak pernah berpikir tentang fungsi atmosfir sebagai pelindung. Hampir tak pernah terlintas dalam benak mereka tentang apa jadinya bumi ini jika atmosfir tidak ada. Foto di atas adalah kawah raksasa yang terbentuk akibat hantaman sebuah meteor yang jatuh di Arizona, Amerika Serikat. Jika atmosfir tidak ada, jutaan meteorid akan jatuh ke Bumi, sehingga menjadikannya tempat yang tak dapat dihuni. Namun, fungsi pelindung dari atmosfir memungkinkan makhluk hidup untuk melangsungkan kehidupannya dengan aman. Ini sudah pasti perlindungan yang Allah berikan bagi manusia, dan sebuah keajaiban yang dinyatakan dalam Al Qur'an.
Fungsi pelindung dari atmosfir tidak berhenti sampai di sini. Atmosfir juga melindungi bumi dari suhu dingin membeku ruang angkasa, yang mencapai sekitar 270 derajat celcius di bawah nol.
Tidak hanya atmosfir yang melindungi bumi dari pengaruh berbahaya. Selain atmosfir, Sabuk Van Allen, suatu lapisan yang tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi, juga berperan sebagai perisai melawan radiasi berbahaya yang mengancam planet kita. Radiasi ini, yang terus- menerus dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang lainnya, sangat mematikan bagi makhuk hidup. Jika saja sabuk Van Allen tidak ada, semburan energi raksasa yang disebut jilatan api matahari yang terjadi berkali-berkali pada matahari akan menghancurkan seluruh kehidupan di muka bumi.
Dr. Hugh Ross berkata tentang perang penting Sabuk Van Allen bagi kehidupan kita:
Bumi ternyata memiliki kerapatan terbesar di antara planet-planet lain di tata surya kita. Inti bumi yang terdiri atas unsur nikel dan besi inilah yang menyebabkan keberadaan medan magnetnya yang besar. Medan magnet ini membentuk lapisan pelindung berupa radiasi Van-Allen, yang melindungi Bumi dari pancaran radiasi dari luar angkasa. Jika lapisan pelindung ini tidak ada, maka kehidupan takkan mungkin dapat berlangsung di Bumi. Satu-satunya planet berbatu lain yang berkemungkinan memiliki medan magnet adalah Merkurius - tapi kekuatan medan magnet planet ini 100 kali lebih kecil dari Bumi. Bahkan Venus, planet kembar kita, tidak memiliki medan magnet. Lapisan pelindung Van-Allen ini merupakan sebuah rancangan istimewa yang hanya ada pada Bumi. 
Energi yang dipancarkan dalam satu jilatan api saja, sebagaimana tercatat baru-baru ini, terhitung setara dengan 100 milyar bom atom yang serupa dengan yang dijatuhkan di Hiroshima. Lima puluh delapan jam setelah kilatan tersebut, teramati bahwa jarum magnetik kompas bergerak tidak seperti biasanya, dan 250 kilometer di atas atmosfir bumi terjadi peningkatan suhu tiba-tiba hingga mencapai 2.500 derajat celcius.
Singkatnya, sebuah sistem sempurna sedang bekerja jauh tinggi di atas bumi. Ia melingkupi bumi kita dan melindunginya dari berbagai ancaman dari luar angkasa. Para ilmuwan baru mengetahuinya sekarang, sementara berabad-abad lampau, kita telah diberitahu dalam Al Qur'an tentang atmosfir bumi yang berfungsi sebagai lapisan pelindung.
Energi yang dipancarkan oleh sebuah letusan pada Matahari sungguh amat dahsyat sehingga sulit dibayangkan akal manusia: Letusan tunggal pada matahari setara dengan ledakan 100 juta bom atom yang pernah dijatuhkan di Hiroshima. Bumi terlindungi dari pengaruh merusak akibat pancaran energi ini.



Ayat ke-11 dari Surat Ath Thaariq dalam Al Qur'an, mengacu pada fungsi "mengembalikan" yang dimiliki langit.
"Demi langit yang mengandung hujan." (Al Qur'an, 86:11)
Kata yang ditafsirkan sebagai "mengandung hujan" dalam terjemahan Al Qur'an ini juga bermakna "mengirim kembali" atau "mengembalikan".
Sebagaimana diketahui, atmosfir yang melingkupi bumi terdiri dari sejumlah lapisan. Setiap lapisan memiliki peran penting bagi kehidupan. Penelitian mengungkapkan bahwa lapisan-lapisan ini memiliki fungsi mengembalikan benda-benda atau sinar yang mereka terima ke ruang angkasa atau ke arah bawah, yakni ke bumi. Sekarang, marilah kita cermati sejumlah contoh fungsi "pengembalian" dari lapisan-lapisan yang mengelilingi bumi tersebut.
Lapisan Troposfir, 13 hingga 15 km di atas permukaan bumi, memungkinkan uap air yang naik dari permukaan bumi menjadi terkumpul hingga jenuh dan turun kembali ke bumi sebagai hujan.
Lapisan ozon, pada ketinggian 25 km, memantulkan radiasi berbahaya dan sinar ultraviolet yang datang dari ruang angkasa dan mengembalikan keduanya ke ruang angkasa.
Ionosfir, memantulkan kembali pancaran gelombang radio dari bumi ke berbagai belahan bumi lainnya, persis seperti satelit komunikasi pasif, sehingga memungkinkan komunikasi tanpa kabel, pemancaran siaran radio dan televisi pada jarak yang cukup jauh.
Lapisan magnet memantulkan kembali partikel-partikel radioaktif berbahaya yang dipancarkan Matahari dan bintang-bintang lainnya ke ruang angkasa sebelum sampai ke Bumi.
Sifat lapisan-lapisan langit yang hanya dapat ditemukan secara ilmiah di masa kini tersebut, telah dinyatakan berabad-abad lalu dalam Al Qur'an. Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al Qur'an adalah firman Allah swt.











By Unknown with No comments

Planet Baru Yang Menyerupai Bumi

GJ 1214bBaru-baru ini, para ilmuwan peneliti ruang angkasa berhasil menemukan sebuah planet baru yang kemudian disebut dengan Super Earth. Planet ini mengorbiti satu bintang dalam jarak 40 tahun cahaya. Di antara sekian banyak planet yang ada yang pernah ditemukan, planet ini merupakan planet yang paling mirip dengan bumi dan paling memungkinkan bagi manusia untuk dapat mengendus atmosfirnya.
Planet ini dinamai GJ 1214b, planet ini berukuran 2,7 kali planet bumi dengan massa sekita 6,5 kali lebih berat dari pada planet Bumi.
 Berdasarkan berat jenisnya, para ilmuwan berpendapat bahwa planet ini berisi 3/4 air likuid dengan inti padat dari besi dan nikel serta atmosfer hidrogen dan helium yang mirip dengan Bumi.
Akan tetapi, dalam hal lain, Planet ini merupakan “binatang kejam yang sangat berbeda” dengan Bumi yang kita tinggali. David Charbonneau mengatakan bahwa pada dasarnya planet ini merupakan sebuah samudra yang luas. Di planet ini tidak ada satu pun benua yang mengambang di atas atau menyeruak dari air.
Selain dari pada itu, GJ 1214b lebih panas daripada bumi dan atmosfernya sepuluh kali lebih tebal dibandingkan dengan planet Bumi. Dengan demikian, hal tersebut membuat apapun sulit untuk bisa hidup sebagaimana layaknya di Bumi.
Planet ini ditemukan dengan menggunakan proyek MEarth, satu unit perangkat teleskop kecil berbasis di Bumi yang digunakan untuk mendeteksi perubahan dari menit ke menit dari kekuatan cahaya bintang-bintang merah nan redup yang disebut dengan M dwarfs (bintang cebol).

By Unknown with No comments

Rabu, 23 Februari 2011

Antariksa

Pada tahun 1968, tahun 2001 terasa masih sangat jauh. Pada tahun pembuka milenium ketiga ini bukan tak mungkin teknologi sudah sangat maju sehingga perjalanan antariksa sudah menjadi sangat umum.

Gambaran kolonisasi di luar Bumi. kredit : ESA
Bulan sudah menjadi koloni kita dan penerbangan Bumi-Bulan berjalan beberapa kali dalam sehari, sebuah stasiun antariksa menjadi tempat transit untuk pindah pesawat, dan dalam waktu dekat sudah ada rencana untuk mengirim manusia ke Planet Jupiter. Sebuah perjalanan yang membutuhkan waktu beberapa tahun namun sedang dilaksanakan. Gravitasi buatan diciptakan melalui roda yang berputar pada sumbunya dan sebagian besar awak ditidurkan dalam kamar hibernasi. Hanya dua awak yang bekerja selama perjalanan dengan dibantu oleh komputer super canggih yang memonitor keadaan pesawat.
Paling tidak demikianlah yang mereka bayangkan pada tahun 1968. Almarhum sutradara Stanley Kubrick dan rekannya Arthur C. Clarke—penulis fiksi ilmiah kenamaan yang bermukim di Sri Lanka—mengadaptasi cerita pendek Clarke sebelumnya, The Sentinel, dan melahirkan sebuah film berpengaruh, 2001: A Space Odyssey, yang tidak hanya sangat akurat dalam penggambarannya tentang antariksa, namun juga menggambarkan posisi manusia dalam penjelajahan antariksa. Permulaan milenium ketiga, 2001, bagi mereka adalah permulaan zaman antariksa (space age) yang sebenarnya saat manusia benar-benar menyadari posisinya dalam antariksa: seorang bayi dalam kandungan yang siap dilahirkan dan menjelajah dunia antariksa yang luas. Demikian berpengaruhnya film tersebut sampai orang menduga-duga apakah pada tahun 2001 nanti memang kemajuan teknologi sudah seperti yang digambarkan film tersebut.
Pandangan optimistis ini tak jua hilang saat Clarke menulis cerita pendek Transit of Earth yang mengambil waktu tahun 1984. Pada tahun itu terjadi transit Bumi dilihat dari Planet Mars (dilihat dari Mars, Bumi dapat dilihat bergerak melintasi Matahari) dan seorang astronot yang terdampar sempat menikmati pemandangan tersebut sebelum menghembuskan nafas terakhirnya karena kehabisan oksigen. Walaupun berakhir tragis, namun ada pesan tersurat yang disampaikan Clarke di sini: Pada tahun 1984, penjelajahan manusia di Planet Mars sudah dapat dilakukan.

Terbitnya Bumi di permukaan Bulan, dipotret pada tanggal 24 Desember 1968 oleh astronot-astronot Apollo 8. Sumber: Wikipedia
Penjelajahan antariksa! Pada tahun 1968, bolehlah Clarke bersama Kubrick, saat melahirkan 2001: A Space Odyssey, berpikir optimis karena ilmuwan dan insinyur yang dikontrak NASA sudah sepuluh tahun melakukan eksperimen dan mengirim manusia ke luar angkasa walaupun baru sebatas orbit Bumi. Pada hari natal tahun tersebut, 1968, astronot Apollo 8 berhasil menjadi orang-orang pertama yang meninggalkan orbit Bumi dan mengitari Bulan. Delapan bulan kemudian, Juli 1969, untuk pertama kalinya manusia menginjakkan kaki di Bulan. Penguasaan antariksa oleh manusia serasa tinggal selangkah lagi.
Impian menjelajah angkasa sama tuanya dengan mimpi-mimpi manusia lainnya. Semenjak dulu langit yang tanpa batas adalah ranah dewa-dewi dan manusia biasa yang mencoba menjelajahinya pasti akan mati. Icarus menantang kepercayaan ini, terbang mendekati langit, dan kehilangan nyawanya. Langit kehilangan keangkerannya ketika Newton dan Kepler membongkar rahasia pergerakan langit dan Somniuum, buah karya Kepler, bercerita tentang penjelajahan Bulan dengan bantuan makhluk halus, lahir. Selanjutnya literatur fiksi ilmiah tentang penjelajahan antariksa dan dunia lain mewarnai kehidupan kita. Dan kini…mimpi itu terwujud.

Pioneer 10, diluncurkan pada tahun 1972, adalah wahana tak berawak pertama yang meninggalkan tata surya kita. Sumber:Wikipedia
Lantas bagaimana? Manusia sudah mengirimkan wahana tak berawak ke seluruh penjuru tata surya. Seluruh planet dalam tata surya kecuali Planet Pluto telah diteliti melalui misi pendaratan, mengorbit, maupun hanya terbang-lintas (fly-by). Venus dan Mars telah berkali-kali dijelajahi permukaannya oleh wahana tak berawak Uni Soviet dan Amerika Serikat. Merkurius telah dipetakan melalui misi terbang-lintas Mariner 10 pada tahun 1974 dan wahana Messenger beberapa bulan lalu telah dikirimkan dan akan tiba pada Maret 2011 nanti. Wahana Galileo telah bertahun-tahun mengorbit Jupiter sebelum akhirnya “dimatikan” oleh NASA. Dan baru-baru ini wahana Cassini-Huygens telah mencapai satelit Saturnus, Titan, setelah perjalanan panjang 7 tahun. Tata surya seolah sudah terlalu kecil bagi manusia. Lantas bagaimana? Manusia mengirimkan wahana tak berawak menuju bintang terdekat? Itupun sudah. Wahana tak berawak Pioneer 10, Voyager 1 dan 2, diluncurkan 30 tahunan lalu, kini sudah berada di perbatasan tata surya kita dalam perjalanan meninggalkan tata surya.
Namun di balik semua pencapaian itu, manusia ternyata masih tertidur dalam buiannya. Pionir roket modern, Konstantin Tsiolkovsky, berujar, “Bumi adalah buaian pemikiran namun manusia tak dapat tinggal dalam buaian selamanya.” Mimpi Kubrick dan Clarke masih jauh dari kenyataan karena hingga saat ini sejauh manusia dapat pergi adalah 384.000 km, jarak dari Bumi ke Bulan. Walaupun penerbangan ulang-alik ke orbit Bumi sudah menjadi hal biasa dan Stasiun Antariksa Internasional (ISS—International Space Station) sedang dalam tahap konstruksi, kolonisasi Planet Mars dan penerbangan berawak menuju Jupiter masih jauh dari kenyataan. Pun hingga saat ini belum ada rencana untuk memprogramkan pendaratan manusia di Mars, misalnya, atau pembangunan koloni di Bulan. Tiga badan antariksa terdepan di planet ini, NASA (National Aeronautics and Space Administration—Badan Antariksa Amerika Serikat), ESA (European Space Agency—Badan Antariksa Uni Eropa), dan Rosaviacosmos—Badan Antariksa Rusia, bersama dengan Jepang dan Kanada masih sibuk membangun ISS dan NASA merencanakan penerbangan berawak menuju Mars sebelum 2010. Sejauh ini 438 manusia telah pergi ke antariksa, namun bagaimana masa depan manusia di antariksa?
Masalah paling besar yang menghalangi manusia menjelajahi antariksa sudah diketahui semenjak Jules Verne menulis Dari Bumi ke Bulan (From the Earth to the Moon) pada 1865—astronot menghabiskan sebagian besar waktunya dalam keadaan tanpa bobot. Beberapa waktu sebelum Perang Dunia II, pada tahun 1939, saat Arthur C. Clarke dan beberapa kolega membentuk Perkumpulan Antarplanet Inggris (British Interplanetary Society), mereka merancang sebuah stasiun antariksa berbentuk silinder yang berotasi pada sumbunya, sehingga gaya sentrifugal menghasilkan gaya berat kepada penghuni yang berada di bagian dalam “lantai” silinder. Stanley Kubrick menunjukkan keadaan seperti ini dalam 2001: A Space Odyssey. Desain seperti ini dibuat karena saat itu tak ada yang tahu bagaimana reaksi manusia pada keadaan tanpa bobot, karena keadaan tersebut tak dapat dihasilkan Bumi lebih lama dari beberapa detik saja. Skenario terburuk yang dibuat adalah detak jantung yang tak terkendali dan kematian yang cepat namun menyeramkan (ketakutan inilah yang membuat insinyur Uni Soviet pada masa perang dingin merancang kapsul roket yang sepenuhnya dikendalikan dari Bumi, dan yang mendorong insinyur NASA untuk mengirimkan simpanse lebih dahulu ke antariksa). Sekarang kita sudah mengetahui bahwa ketakutan itu ternyata berlebihan dan astronot yang berada dalam keadaan tanpa bobot semuanya baik-baik saja, walaupun ada banyak sekali pengaruh jangka panjang yang masih belum sepenuhnya kita mengerti. Manusia kini telah tinggal di antariksa selama lebih dari satu tahun (pemegang rekor dunia untuk tinggal paling lama di antariksa adalah Valery Polyakov, 437 hari dalam Stasiun Mir) dan beberapa astronot sudah demikian ketagihan dengan kebebasan dari gravitasi sehingga enggan untuk kembali ke Bumi.

Gravitasi buatan dapat diciptakan dengan mendesain sebuah roda yang berputar pada sumbunya. Ini akan menciptakan gaya sentrifugal yang arahnya menjauhi sumbu roda. Konsep ini sudah dirancang oleh Clarke semenjak 1939, dan kemudian divisualkan dalam film 2001: A Space Odyssey, di mana Frank Poole digambarkan sedang jogging mengelilingi roda tersebut. Sumber: Wikipedia
Dalam keadaan tanpa bobot, informasi gravitasi menghilang dari otak sehingga orientasi “atas” dan “bawah” pun menghilang. Telinga mengirimkan sinyal membingungkan ke otak dan mata mengalami ilusi, bagi beberapa orang hal ini dapat memualkan. Cairan tubuh mengalir ke dada dan kepala. Urat leher mengembang, wajah memerah. Jantung membesar sedikit dan demikian pula organ-organ lainnya. Otak merasakan cairan tubuh terlalu banyak sehingga tubuh pun membuangnya: Kalsium, elektrolit, dan plasma darah. Produksi sel darah merah berkurang sehingga astronot menderita anemia. Dengan hilangnya cairan tubuh, kaki pun mengecil. Selama menjadi Direktur Insitut Penelitian Permasalahan Biomedik Rusia dari tahun 1968 hingga 1988, Oleg Gazenko melihat kosmonot-kosmonot yang kembali dari penerbangan panjang turun dari kapsul dalam keadaan limbung, pucat, tak tahan berdiri, dan harus ditandu. “Kita adalah makhluk Bumi. Perubahan ini adalah harga yang harus dibayar untuk karcis ke luar angkasa,” ujarnya. Tidak hanya berat badan yang menurun, namun juga massa otot dan kerapatan tulang akan menurun akibat kerja dalam keadaan bobot menjadi sangat kecil. Osteoporosis mengancam karena tulang kehilangan kerapatannya sebesar 1 hingga 2 persen dalam sebulan, sebanding dengan laju kehilangan seorang perempuan pasca menopause dalam satu tahun. Oleh karena itu sebelum kita mengirimkan manusia ke antariksa untuk jangka waktu yang lama, persoalan fisiologis ini harus dijawab terlebih dahulu. Dengan teknologi roket yang ada sekarang aja, perjalanan menuju Planet Mars memakan waktu kurang lebih 260 hari. Total lamanya perjalanan antariksa adalah 522 hari ditambah waktu tinggal di Mars selama 455 hari untuk menunggu saat yang terbaik (lihat gambar di bawah).

Mars Pulang-Pergi dalam Dua Setengah Tahun: Perjalanan Bumi-Mars membutuhkan banyak bahan bakar dan waktu yang tepat. Beberapa ahli bahkan menyatakan kita membutuhkan roket pendorong yang sama sekali baru untuk mempercepat waktu perjalanan. Dengan menggunakan teknologi saat ini, jalur yang paling efisien dalam hal penggunaan bahan bakar adalah saat Bumi berada pada posisi pukul enam dan Mars pada posisi sekitar pukul empat (lihat gambar di bawah)---suatu posisi yang terjadi hanya 1 kali dalam 26 bulan. Tahap pertama perjalanan akan membutuhkan waktu 259 hari. Setelah pendaratan, astronot tinggal selama 455 hari di permukaan Mars untuk menunggu posisi terbaik. Total lamanya misi: 972 hari. Sumber: National Geographic
Masalah kedua adalah radiasi. Di luar atmosfer Bumi berkeliaran partikel bernergi tinggi yang dilontarkan matahari melalui mekanisme Pelontaran Massa Korona (Coronal Mass Ejection—CME) dan radiasi sinar kosmis yang berasal dari Galaksi Bima Sakti atau sisa supernova. Eksposur terhadap radiasi pada astronot yang berada dalam perjalanan ke Mars akan jauh lebih besar daripada astronot dalam orbit Bumi atau pada permukaan Bulan. Ion berat yang dibawa radiasi sinar kosmis dapat membombardir sel tubuh, memecah struktur DNA dan menyebabkan kanker.
Berbagai penyelidikan telah dilakukan untuk menghadapi persoalan fisiologis dan radiasi ini. Olahraga rutin terbukti mampu mengatasi beberapa persoalan fisiologis. Kosmonot Yuri Romanenko—yang melakukan olahraga secara rutin dengan menggunakan treadmill di Stasiun Mir—setelah menyelesaikan misi selama 329 hari langsung melakukan handstand dengan satu tangan di depan wartawan. Bahan semacam polietilen pun telah terbukti sanggup menyerap radiasi yang ditimbulkan oleh sinar kosmis. Polietilen telah lama digunakan dalam kapal selam nuklir untuk melindungi pelaut di dalamnya dari radiasi dari reaktor nuklir.
Lalu untuk apa seluruh hambatan ini—baik alamiah maupun teknologi—dihadapi untuk membawa manusia menjelajah antariksa? Selain eksplorasi untuk ilmu pengetahuan, ruang angkasa menjadi solusi bagi persoalan pemukiman. Dengan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat, hampir 2 persen setiap tahunnya (ini berarti jumlah penduduk Bumi berlipat ganda setiap 40 tahun), maka dalam jangka waktu beberapa ratus tahun Bumi akan kehabisan tempat tinggal. Insinyur mulai memikirkan konsep tentang pemukiman antariksa sebelum kita melangkah untuk mengkolonisasi Bulan atau Mars. Konsep pemukiman antariksa yang mengorbit Bumi dengan kecepatan tertentu agar dapat menghasilkan gaya sentrifugal yang sama dengan besarnya gaya gravitasi di permukaan Bumi mungkin adalah desain yang paling masuk akal untuk direalisasikan dalam beberapa ratus tahun ke depan.
Sebagai langkah awal, perjalanan antariksa harus dibuat lebih efisien. Roket yang ada saat ini sangat tidak efisien karena hanya sanggup membawa muatan kurang dari 1 persen berat totalnya, sehingga harus dicari teknologi yang membuat ongkos perjalanan antariksa sebanding dengan penerbangan antar benua. Ongkos untuk membawa seorang manusia ke dalam orbit paling tidak hanya beberapa ratus dolar dan bukan jutaan dolar seperti sekarang (Pada 2001, milyuner Denis Tito membayar 20 juta dolar dan menjadi turis antariksa pertama). Satu cara untuk mencapai sasaran ini adalah dengan membangun “elevator antariksa” yang membawa seseorang ke orbit Bumi dengan menggunakan kabel yang digantung di atas satelit geostasioner yang diam di atas permukaan Bumi (satelit ini bergerak berlawanan dengan arah rotasi Bumi dengan kecepatan yang sama). Teknologi satelit geostasioner sendiri kini sudah umum digunakan terutama sebagai satelit relay TV seperti Satelit Palapa. Apabila ongkos pengiriman manusia ke antariksa dapat ditekan, maka frekuensi kepergian ke antariksa dapat ditingkatkan dan pembangunan pemukiman antariksa bukan tidak mungkin dapat direalisasikan.

Pada Desember 2006, NASA mengumumkan rencananya untuk membangun sebuah pangkalan permanen di salah satu kutub Bulan. Empat astronot pertama direncanakan akan mendarat pada tahun 2020, dan barulah pangkalan tersebut akan beroperasi sepenuhnya pada 2024. Rencana ini diumumkan hampir 3 tahun setelah George W. Bush mengumumkan visinya untuk menjelajahi Bulan dan Mars. Sumber: NewScientistSpace
Pembangunan koloni Bulan mungkin adalah langkah selanjutnya, terutama apabila Bulan memiliki prospek ekonomi yang menjanjikan. Presiden Amerika Serikat, George W. Bush, beberapa tahun lalu pernah mengumumkan rencana untuk membangun koloni di Bulan sebagai batu loncatan untuk pendaratan di Mars (walaupun beberapa kalangan sains di Amerika Serikat sendiri menduga rencana ini hanya sesumbar saja karena Bush sendiri tidak memperlihatkan ketertarikan yang besar terhadap ilmu pengetahuan), dan sisi jauh Bulan (sisi yang tak pernah dilihat dari Bumi) sendiri merupakan lahan yang strategis untuk pembangunan observatorium astronomi radio karena bebas dari gangguan sinyal radio dari peralatan elektronik Bumi.

Terraforming adalah sebuah usaha untuk mengubah sebuah planet yang tadinya tak dapat dihuni manusia menjadi sebuah dunia yang mampu menyokong kehidupan. Ini adalah sesuatu yang tidak hanya membutuhkan sebuah teknologi yang levelnya sangat tinggi dan memakan waktu amat lama, namun juga sangat kontroversial. Ilustrasi ini adalah pengandaian terraforming Mars dalam empat tahapan: Dari planet merah tak berpenghuni menjadi planet kembaran Bumi.
Mars dari dulu merupakan sasaran kolonisasi, tidak hanya melalui novel-novel fiksi ilmiah tentang kehidupan di Mars yang sudah bermunculan semenjak zaman Ratu Victoria pada Abad 19 dulu, tetapi juga menjadi sasaran menjanjikan semenjak kita mengetahui komposisi atmosfer Mars yang hampir mirip dengan atmosfer kita dengan kandungan karbon dioksida dan oksigen yang lebih sedikit. Mimpi untuk membangun pemukiman permanen di Bulan atau Mars masih berjalan. Gravitasi di kedua tempat hanya seperenam gaya gravitasi Bumi, sehingga benda-benda beratnya hanya seperenam dari beratnya di Bumi dan energi yang kita butuhkan untuk bekerja hanya seperenam dari energi di Bumi. Namun anak-anak yang dilahirkan pada kedua dunia tersebut akan menghadapi persoalan bila harus mengunjungi planet nenek moyang mereka, Bumi, karena gravitasi menjadi enam kali gaya gravitasi planet kelahiran mereka sehingga kerja menjadi enam kali lebih berat (penggemar komik Dragon Ball karya Akira Toriyama mungkin akan teringat mesin gravitasi yang dapat mengubah-ubah gaya gravitasi sehingga seseorang dapat menggunakannya untuk latihan beban dalam gravitasi yang lebih besar). Dalam beberapa abad mendatang spesies kita mungkin akan terpisahkan secara gravitasi ke dalam beberapa suku yang beradaptasi dengan gravitasi nol (ruang angkasa), gravitasi fraksional (Bulan atau Mars), dan gravitasi satu (Bumi).
Sejauh ini hanya Planet Bumi yang diketahui sebagai tempat paling bersahabat bagi kehidupan manusia. Pada suatu waktu dalam milenium ketiga ini kita mungkin akan menghadapi dilema: haruskah kita membiarkan planet-planet tetangga kita tak berubah, atau kita memodifikasinya agar dapat didiami tanpa harus menggunakan pakaian pelindung? Teknologi terraforming, teknologi untuk mengubah wajah sebuah planet, telah banyak diteliti dan kemungkinan dapat direalisasikan pada beberapa planet dalam tata surya kita. Alga atau tumbuhan perintis lainnya yang dapat hidup tanpa oksigen dan kondisi ekstrim lainnya dapat dikirim ke Planet Mars dan mengubah karbon dioksida yang ada menjadi oksigen dengan bantuan sinar matahari, dan di orbit Venus dapat dibangun tudung untuk mengurangi sinar matahari yang masuk. Tentunya persoalan etika akan muncul dalam kebijakan ini dan protes akan bermunculan dari terutama dari kelompok pecinta lingkungan yang dengan tepat akan menunjukkan kesalahan-kesalahan yang telah kita perbuat pada planet kita sendiri.
Pada milenium ketiga ini kita akan memulai zaman antariksa yang sebenarnya. Sebagaimana yang dikatakan almarhum Carl Sagan dalam Cosmos, kita berada di tepi pantai lautan kosmos dan di seberang lautan kosmos menanti pulau lain yang siap kita jelajahi. Ombak di tepi pantai mengundang kita untuk berkelana lebih jauh, namun siapkah kita mengarungi samudera tersebut? Di luar tata surya kita terbentang bintang-bintang lain yang membentuk galaksi, masing-masing dengan keunikannya masing-masing dan ada pula yang memiliki tata surya seperti matahari kita. Bukan tidak mungkin salah satu di antara planet tersebut juga memiliki kehidupan seperti manusia. Apapun yang akan kita alami dan temukan di antariksa nanti, itu akan membentuk masa depan kemanusiaan. Petualangan umat manusia baru akan dimulai.

By Unknown with No comments